BSA9TfAoBUO9BSC7BSd8GfY8Td==

Kemampuan AI Mulai Bergerak Melampaui Kecerdasan Manusia


Jakarta, Kabar-Merdeka.com -
Perusahaan teknologi Meta sedang bersiap meluncurkan laboratorium penelitian kecerdasan buatan baru yang didedikasikan untuk mengembangkan superintelligence atau superakal imitasi  (super-AI). Sebuah sistem AI hipotetis yang melampaui kemampuan otak manusia.

Perlombaan pengembangan AI tak beda dengan pengembangan teknologi digital pada umumnya. Mereka terus bergerak. Meta yang memiliki citra tertinggal dibandingkan dengan perusahaan teknologi lainnya seperti ingin meloncat lebih jauh lagi dengan mengembangkan super-AI.

Menurut laman CNBC, pendiri Meta, Mark Zuckerberg, mengumumkan pembentukan Meta Superintelligence Labs yang akan dijalankan oleh beberapa karyawan terbaru perusahaannya. Proyek super-AI baru ini yang dipimpin oleh para eksekutif, termasuk mantan CEO Scale AI Alexandr Wang dan mantan CEO GitHub Nat Friedman, akan menaungi berbagai tim yang mengerjakan model dasar.

Zuckerberg telah gencar merekrut tenaga ahli AI karena ia menghadapi persaingan ketat dari para pesaing seperti OpenAI dan Google. Apalagi seperti yang diberitakan AI News, pendiri dan CEO SoftBank, Masayoshi Son, mengklaim bahwa super-AI dapat menjadi kenyataan dalam dekade mendatang. Ramalan seperti ini menjadi tantangan bagi perusahaan untuk mewujudkannya.

Masayoshi berbicara pada pertemuan tahunan SoftBank di Tokyo, Jepang, pada 21 Juni 2005 menggambarkan masa depan di mana AI jauh melampaui kecerdasan manusia, yang berpotensi merevolusi kehidupan seperti yang kita kenal. Ia menegaskan bahwa pada tahun 2030, AI dapat menjadi satu hingga 10 kali lebih pintar daripada manusia dan pada 2035 AI mungkin mencapai 10.000 kali lebih pintar daripada kecerdasan manusia.

Seorang mahasiswa membaca Harian ”Kompas” yang menulis tentang perkembangan kecerdasan buatan di Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Pada tahun 2014, filsuf Nick Bostrom dalam buku berjudul Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies juga telah memperlihatkan pengembangan AI pada saat ini belumlah seberapa. Pada suatu saat kemampuannya akan berlipat-lipat dari kondisi sekarang. Pada saat itulah orang telah memasuki masa di mana pengembangan super AI telah dimulai.

CEO SoftBank tersebut membuat perbedaan yang jelas antara AI saat ini dan super-AI. Menurut dia, AI akan setara dengan kegeniusan manusia yang berpotensi hingga 10 kali lebih mampu daripada rata-rata orang. Namun, super-AI akan berada di kelasnya sendiri dengan kemampuan 10.000 kali melampaui potensi manusia.

Sementara itu, seorang penulis bernama Ray Eason di laman Medium mengatakan, super-AI  akan mampu melakukan tugas-tugas yang melampaui kemampuan sistem AI saat ini. Jenis AI ini juga sering disebut sebagai Strong AI dan dipandang sebagai langkah selanjutnya dalam evolusi teknologi AI. AI ini dicirikan oleh kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat, serta kemampuannya untuk berpikir dan bertindak secara mandiri.

Ada sejumlah contoh super-AI yang saat ini sedang dikembangkan. IBM mengembangkan IBM Watson. Perangkat ini berupa sistem AI yang mampu memahami bahasa alami dan menjawab pertanyaan. Sistem ini digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk layanan kesehatan, keuangan, dan layanan pelanggan. Watson juga mampu belajar dari pengalamannya dan beradaptasi dengan situasi baru.

Google mengembangkan Google DeepMind, yaitu sistem AI yang mampu memainkan permainan kompleks seperti Go dan Catur. Sistem ini juga mampu belajar dari pengalamannya dan beradaptasi dengan situasi baru. Apple mengembangkan Siri, yaitu sistem AI yang mampu memahami bahasa alami dan menjawab pertanyaan. Fasilitas ini bisa digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk layanan pelanggan, navigasi, dan hiburan.

Salah satu dudut pabrik pembuatan kulkas di LG Smart Park, Changwon, Busan, Korea Selatan, Rabu 23/4/2025). Pabrik tersebut memadukan tenaga kerja manusia dengan teknologi revolusi industri manufaktur 4.0, seperti kecerdasan buatan, robotik, dan data raksasa.

Salah satu dudut pabrik pembuatan kulkas di LG Smart Park, Changwon, Busan, Korea Selatan, pada 23 April 2025. Pabrik tersebut memadukan tenaga kerja manusia dengan teknologi revolusi industri manufaktur 4.0, seperti kecerdasan buatan, robotik, dan data raksasa.

Saat Masayoshi Son membuat pengumuman bulan Juni lalu, ia menggarisbawahi meningkatnya fokus pada AI super-AI dalam industri teknologi. Meski demikian, sementara SoftBank tampaknya memprioritaskan pengembangan super-AI, lembaga lain mulai menekankan pentingnya keselamatan dalam upaya ini.

Salah satunya adalah Safe Superintelligence Inc (SSI), yang didirikan oleh Ilya Sutskever, mantan kepala ilmuwan di OpenAI, bersama Daniel Levy dan Daniel Gross. Misi SSI, sebagaimana tercantum di situs laman mereka, adalah untuk mendekatkan keselamatan dan kapabilitas secara bersamaan, sebagai permasalahan teknis yang harus dipecahkan melalui rekayasa revolusioner dan terobosan ilmiah.

Sebagaimana dinyatakan oleh para pendiri SSI, mereka berencana untuk memajukan kapabilitas secepat mungkin sambil memastikan keselamatan manusia selalu menjadi yang terdepan.

Sejak lama risiko super-AI diangkat. Buku Nick Bostrom di atas memang menyajikan strategi untuk membantu menciptakan super-AI yang tujuannya bermanfaat bagi umat manusia. Namun, buku ini secara khusus terkenal karena berpengaruh dalam mengangkat kekhawatiran tentang risiko eksistensial dari kecerdasan buatan.

Buku Nick tersebut mengeksplorasi bagaimana super-AI dapat diciptakan dan apa saja fitur serta motivasi pengembangan produk teknologi tersebut. Buku ini berargumen bahwa super-AI jika diciptakan, akan sulit dikendalikan dan dapat menguasai dunia untuk mencapai tujuannya.

Delegasi dari sejumlah negara menghadiri pertemuan Global Lifelong Learning Summit (GLLS) 2024 di kawasan Havelock Road, Singapura, Selasa (1/10/2024). Sekitar 400 delegasi dari kalangan pimpinan industri, pembuat kebijakan, dan ahli teknologi, mengikuti pertemuan GLLS kedua yang membahas dampak transformatif perkembangan kecerdasan buatan (AI) terhadap dunia pendidikan sepanjang hayat. Pertemuan selama dua hari yang diikuti perwakilan dari sekitar sepuluh negara ini juga mengupas pengaruh AI pada dunia kerja di masa mendatang.

Delegasi dari sejumlah negara menghadiri pertemuan Global Lifelong Learning Summit (GLLS) 2024 di kawasan Havelock Road, Singapura, pada 1 Oktober 2024. Sekitar 400 delegasi dari kalangan pimpinan industri, pembuat kebijakan, dan ahli teknologi mengikuti pertemuan GLLS kedua yang membahas dampak transformatif perkembangan AI terhadap dunia pendidikan sepanjang hayat. Pertemuan yang diikuti perwakilan dari sekitar sepuluh negara ini juga mengupas pengaruh AI pada dunia kerja di masa mendatang.

Vatikan juga mulai mewaspadai pengembangan AI yang terlalu jauh. Dalam beberapa kesempatan, Paus Leo XIV menjadikan ancaman AI terhadap kemanusiaan sebagai isu utama. Berbicara di hadapan para kardinal beberapa waktu lalu, Paus mengatakan bahwa ia akan mengandalkan ajaran sosial gereja selama 2.000 tahun untuk menanggapi revolusi industri terbaru dan inovasi di bidang akal imitasi yang menimbulkan tantangan bagi martabat manusia, keadilan, dan tenaga kerja.

Ia melihat AI bukan hanya sebagai pergolakan di bidang teknologi, melainkan juga sebagai pergolakan moral. Tidak seperti para oligarki teknologi yang gembira dan menghamba pada teknologi digital, Paus Leo XIV berdiri teguh melawan tirani algoritma. 

Penulis: Andreas Maryoto | Editor: Marcellus Hernowo | Penyelaras Bahasa: Hibar Himawan (Kompas)


Comments0

Type above and press Enter to search.